Powered By Blogger

WELCOME TO MY BLOG


Selasa, 17 Agustus 2010

arah kiblat

Masalah kiblat tidak lain adalah masalah arah, yaitu arah kota Makkah. Arab kota Makkah dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini, dengan melakukan suatu perhitungan, mengingat setiap titk dipermukaan bumi ini berada pada permukaan bola, maka penentuan arah kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Pengukuran dilakukan dengan derajat sudut dari titik utara. Dengan demikian ada tiga buah titik yang harus dibuat yaitu:
1. Titik M, diletakkan di kota Makkah.
2. Titik O, diletakkan di kota (tempat) yang akan ditentukan arah kiblatnya.
3. Titik U, diletakkan di titik utara

Titik M dan U adalah dua titik yang sifatnya tetap, tidak berubah-ubah. Titik M selalu berada di sebelah utara equator, dan titik U sebagai titik pusat (sumbu). Sedang titik O selalu berubah-ubah tempatnya, mungkin berada di sebelah utara equator dan kemungkinan pula berada di sebelah selatannya.
Bila ketiga titik itu dihubungkan dengan garis, maka tejadilah bola UOM, seperti pada gambar.



Ketiga sisinya diberi nama dengan huruf kecil dan nama sudut yang ada di hadapanya, yaitu sisi u, sisi o, dan sisi m.

Data yang diperlukan :
Untuk menyelesaikan perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data yaitu:
1. Lintang kota Makkah dan lintang tempat yang akan diukur arah kiblatnya.
2. Bujur kota Makkah dan bujur tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.

Kedua data tersebut dapat dicari dalam buku yang memuat daftar lintang (p) dan bujur (L), misalnya buku “Lintang dan Bujur Kota-kota Penting di Dunia” yang diterbitkan oleh Sumbangsih Offset, Yogyakarta. Buku ini merupakan reproduksi dari daftar lintang dan bujur yang disusun oleh PR. BOSS. Hanya saja khusus untuk kota Makkah terdapat koreksi yang dilakukan oleh Ustadz H. Sa’aduddin Djambek.

Untuk kota-kota yang tidak disebutkan dalam daftar tersebut, dapat dicari dengan melakukan interpolasi dengan ketentuan bahwa penyimpangan ke arah utara-selatan, tiap-tiap 111 km = 10. sedangkan penyimpangan ke arah barat-utara, dapat dicari dengan rumus:
10 paralel = 111 km cos lintang
Adapun cara untuk menentukan arah kiblat adalah :
1. Menggunakan Ilmu Ukur Segi Tiga Bola.
2. Dengan berpedoman pada titik utara
Setelah memperoleh data utara-selatan yang akurat, maka dapat diukur arah kiblatnya dengan bantuan busur derajat, rubu’ mujayyab, segi tiga siku-siku atau denga bantuan Teodolit.
a. Dengan menggunakan busur derajat
1. Buatlah garis utara selatan pada peralatan yang datar
2. Tentukan suatu titik pada garis tersebut misalnya A
3. Letakkan titik pusat busur derajat pada titik A
4. Impitkan garis tengah lingkaran (busur derajat) dengan garis utara-selatan, arah utara menunjuk angka 0 derajat dengan lengkungan busur derajat di arah barat.
5. Hitung pada busur derajat nilai dari titik 0 derajat (titik utara) sebanyak data arah qiblat (X derajat) dikira-kirakan kemudian berilah titik misalnya K.
6. Busur derajat arah kiblat dari kota A. (lihat gambar)


b. Dengan menggunakan rubu’ mujayyab
Dengan menggunakan rubu’ mujayyab dalam hal ini sama dengan menggunakan busur derajat, hanya bedanya rubu’ mujayyab itu bentuknya ¼ lingkaran, sedang busur derajat bentuknya ½ lingkaran. Dengan cara seperti pada pengunaan busur derajat, kiranyan akan jelas bagaimana menggunakan rubu’ mujayyab untuk kepentingan dalam menghitung arah kiblat.
c. Dengan menggunakan segi tiga siku.
1. buatlah garis arah utara-selatan pada peralatan yang betul-betul datar sepanjang 100 cm (garis AB).
2. Dari titik B dibuat garis persis tegak lurus ke arah barat.
3. Dengan menggunakan perhitungan Geneometri, yaitu : tg X0 x 100 cm maka akan diketahui panjang garis yang mengarah ke barat yaitu : y cm (garis BC).
4. Kemudian kedua ujung garis yang saling berpotongan tegak lurus itu yaitu titik A dan titik C dihubungkan satu sama lain menjadi garis AC. Garis AC itulah merupakan arah kiblat untuk kota A.
Menggunakan rumus Geneometri adalah :
tg Xº ¬¬¬= BC
AB
BC = tg Xº x AB
BC = X x 100 cm
BC = Y cm

Perlu diketahui : kalau pengukuran itu dilakukan di atas kertas, maka penyederhanaan 100 cm diperkecil menjadi sepersepuluhnya yaitu 10 cm
Contoh : tg 65 47 27.15 = BC
AB
BC = tg 65 47 27.15 x AB
BC = 2.224153471 x 100 cm
BC = 222.4153471
= 222.5 cm (dibulatkan).
c. Bayang-Bayang Qiblat
Untuk mengetahui pukul berapa suatu benda yang tegak lurus di halaman akan mengarah atau membelakangi kiblat, maka pelu adanya perhitungan. Untuk mencari bayang-bayang arah qiblat, maka rumus yang dipergunakan adalah

Cotg P = cos b tg A

Cos (C – P) = cotg a tg b cos P


Keterangan :
1. P = sudut pembantu
C = sudut waktu matahari, yaitu busur pada edarang harian matahari antara lingkarang meridian dengan titik pusat matahari yang sedang membuat bayang-bayang menunjuk ke arah kiblat.
A = Arah kiblat (dihitung dari titik utara ke barat/timur)
a = 900 – Deklinasi matahari, yaitu jarak antara kutub utara dengan matahari diukur sepanjang lingkaran deklinasi matahari/lingkaran waktu.
b = 900 – lintang tempat, yaitu jarak titik kutub utara dengan titik Zenith.
2. Bila harga mutlak deklinasi matahari lebih besar dari harga mutlak (900 - A) maka pada hari itu tidak akan terjadi bayang-bayang yang menunjuk ke arah kiblat, sebab antara lingkarang azimuth qiblat dengan edaran harian matahari tidak berpotongan.
3. Bila harga deklinasi matahari sama dengan harga linyang tempat, maka matahari akan berkulminasi persis di titik zenith, artinya pada hari itu tidak akan terjadi bayang-bayang menunjuk kearah kiblat, sebab pada titik zenithlah lingkaran azimuth qiblat bepotongan dengan lingkaran edaran harian matahari.

pergeseran arah kiblat

Masalah kiblat tidak lain adalah masalah arah, yaitu arah kota Makkah. Arab kota Makkah dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini, dengan melakukan suatu perhitungan, mengingat setiap titk dipermukaan bumi ini berada pada permukaan bola, maka penentuan arah kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Pengukuran dilakukan dengan derajat sudut dari titik utara. Dengan demikian ada tiga buah titik yang harus dibuat yaitu:
1. Titik M, diletakkan di kota Makkah.
2. Titik O, diletakkan di kota (tempat) yang akan ditentukan arah kiblatnya.
3. Titik U, diletakkan di titik utara

Titik M dan U adalah dua titik yang sifatnya tetap, tidak berubah-ubah. Titik M selalu berada di sebelah utara equator, dan titik U sebagai titik pusat (sumbu). Sedang titik O selalu berubah-ubah tempatnya, mungkin berada di sebelah utara equator dan kemungkinan pula berada di sebelah selatannya.
Bila ketiga titik itu dihubungkan dengan garis, maka tejadilah bola UOM, seperti pada gambar.



Ketiga sisinya diberi nama dengan huruf kecil dan nama sudut yang ada di hadapanya, yaitu sisi u, sisi o, dan sisi m.

Data yang diperlukan :
Untuk menyelesaikan perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data yaitu:
1. Lintang kota Makkah dan lintang tempat yang akan diukur arah kiblatnya.
2. Bujur kota Makkah dan bujur tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.

Kedua data tersebut dapat dicari dalam buku yang memuat daftar lintang (p) dan bujur (L), misalnya buku “Lintang dan Bujur Kota-kota Penting di Dunia” yang diterbitkan oleh Sumbangsih Offset, Yogyakarta. Buku ini merupakan reproduksi dari daftar lintang dan bujur yang disusun oleh PR. BOSS. Hanya saja khusus untuk kota Makkah terdapat koreksi yang dilakukan oleh Ustadz H. Sa’aduddin Djambek.

Untuk kota-kota yang tidak disebutkan dalam daftar tersebut, dapat dicari dengan melakukan interpolasi dengan ketentuan bahwa penyimpangan ke arah utara-selatan, tiap-tiap 111 km = 10. sedangkan penyimpangan ke arah barat-utara, dapat dicari dengan rumus:
10 paralel = 111 km cos lintang
Adapun cara untuk menentukan arah kiblat adalah :
1. Menggunakan Ilmu Ukur Segi Tiga Bola.
2. Dengan berpedoman pada titik utara
Setelah memperoleh data utara-selatan yang akurat, maka dapat diukur arah kiblatnya dengan bantuan busur derajat, rubu’ mujayyab, segi tiga siku-siku atau denga bantuan Teodolit.
a. Dengan menggunakan busur derajat
1. Buatlah garis utara selatan pada peralatan yang datar
2. Tentukan suatu titik pada garis tersebut misalnya A
3. Letakkan titik pusat busur derajat pada titik A
4. Impitkan garis tengah lingkaran (busur derajat) dengan garis utara-selatan, arah utara menunjuk angka 0 derajat dengan lengkungan busur derajat di arah barat.
5. Hitung pada busur derajat nilai dari titik 0 derajat (titik utara) sebanyak data arah qiblat (X derajat) dikira-kirakan kemudian berilah titik misalnya K.
6. Busur derajat arah kiblat dari kota A. (lihat gambar)


b. Dengan menggunakan rubu’ mujayyab
Dengan menggunakan rubu’ mujayyab dalam hal ini sama dengan menggunakan busur derajat, hanya bedanya rubu’ mujayyab itu bentuknya ¼ lingkaran, sedang busur derajat bentuknya ½ lingkaran. Dengan cara seperti pada pengunaan busur derajat, kiranyan akan jelas bagaimana menggunakan rubu’ mujayyab untuk kepentingan dalam menghitung arah kiblat.
c. Dengan menggunakan segi tiga siku.
1. buatlah garis arah utara-selatan pada peralatan yang betul-betul datar sepanjang 100 cm (garis AB).
2. Dari titik B dibuat garis persis tegak lurus ke arah barat.
3. Dengan menggunakan perhitungan Geneometri, yaitu : tg X0 x 100 cm maka akan diketahui panjang garis yang mengarah ke barat yaitu : y cm (garis BC).
4. Kemudian kedua ujung garis yang saling berpotongan tegak lurus itu yaitu titik A dan titik C dihubungkan satu sama lain menjadi garis AC. Garis AC itulah merupakan arah kiblat untuk kota A.
Menggunakan rumus Geneometri adalah :
tg Xº ¬¬¬= BC
AB
BC = tg Xº x AB
BC = X x 100 cm
BC = Y cm

Perlu diketahui : kalau pengukuran itu dilakukan di atas kertas, maka penyederhanaan 100 cm diperkecil menjadi sepersepuluhnya yaitu 10 cm
Contoh : tg 65 47 27.15 = BC
AB
BC = tg 65 47 27.15 x AB
BC = 2.224153471 x 100 cm
BC = 222.4153471
= 222.5 cm (dibulatkan).
c. Bayang-Bayang Qiblat
Untuk mengetahui pukul berapa suatu benda yang tegak lurus di halaman akan mengarah atau membelakangi kiblat, maka pelu adanya perhitungan. Untuk mencari bayang-bayang arah qiblat, maka rumus yang dipergunakan adalah

Cotg P = cos b tg A

Cos (C – P) = cotg a tg b cos P


Keterangan :
1. P = sudut pembantu
C = sudut waktu matahari, yaitu busur pada edarang harian matahari antara lingkarang meridian dengan titik pusat matahari yang sedang membuat bayang-bayang menunjuk ke arah kiblat.
A = Arah kiblat (dihitung dari titik utara ke barat/timur)
a = 900 – Deklinasi matahari, yaitu jarak antara kutub utara dengan matahari diukur sepanjang lingkaran deklinasi matahari/lingkaran waktu.
b = 900 – lintang tempat, yaitu jarak titik kutub utara dengan titik Zenith.
2. Bila harga mutlak deklinasi matahari lebih besar dari harga mutlak (900 - A) maka pada hari itu tidak akan terjadi bayang-bayang yang menunjuk ke arah kiblat, sebab antara lingkarang azimuth qiblat dengan edaran harian matahari tidak berpotongan.
3. Bila harga deklinasi matahari sama dengan harga linyang tempat, maka matahari akan berkulminasi persis di titik zenith, artinya pada hari itu tidak akan terjadi bayang-bayang menunjuk kearah kiblat, sebab pada titik zenithlah lingkaran azimuth qiblat bepotongan dengan lingkaran edaran harian matahari.
Diposkan oleh Abibam di 17.59 0 komentar
Penentuan Awal Waktu Shalat
Dalam melakukan hisab awal waktu shalat, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan yaitu :

 Data yang harus diketahui
 Rumus yang perlu dipergunakan
 Prosedur perhitungan

Berikut ketiga hal tersebut diatas:

I. Data yang harus diketahui
a. p (phi) sebagai lambang dari lintang tempat.
b. L (lamda) sebagai lambang dari bujur tempat.
c. d (delta) sebagai lambang dari deklanasi matahari
d. e (equator of time) sebagai lambang dari perata waktu
e. h (high) sebagai lambang dari tinggi matahari

II. Rumus yang perlu dipergunakan
a. 12 – e + t – KWD + i
b. Cos t = - tan p tan d + sin h
Cos p cos d
c. Cos t = - tan p tan d + sec p sec d sin h

Keterangan :
1. Untuk menentukan awal waktu dhuhur, rumus (a) dapat di pergunakan tanpa t, sehingga rumus berubah menjadi :
12 – e – KWD = i

2. Untuk menentukan awal waktu shalat ashar, rumus (a) dapat digunakan sepenuhnya, sedangkan bila menggunakan rumus (b) atau (c), h hendaknya di hitung tersendiri dengan rumus : cotan h = tan zm + 1

3. Untuk menentukan awal waktu shalat maghrib, rumus (a) dapat digunakan sepenuhnya, sedangkan bila menggunakan rumus (b) atau (c) perlu di ingat bahwa (h) terdiri dari unsur-unsur :
00 – s.d – Ref – Deep.
Untuk daerah pantai = 00 – 16’ – 4’30’ – 10’ = -10

4. Untuk menentukan awal waktu Shalat Isya’, rumus a dapat digunakan sepenuhnya, sedangkan bila menggunakan rumus b atau c, perlu di ingat bahwa (h) = - 180

5. Untuk menentukan awal waktu shubuh, rumus (a) dapat digunakan sepenuhnya dengan catatan bahwa tanda (t) harus di ubah menjadi tanda (-) sehingga rumus menjadi 12 – e – t – KWD + i sedangkan bila menggnakan rumus (b) atau (c) perlu diingat bahwa (h) = -200

6. Untuk menentukan awal matahari terbit, rumus (a) dapat digunakan sepenuhnya dengan catatan tanda (t) dan tanda (i) harus di ubah menjadi (-) sehingga rumus berubah menjadi : 12 – e – t – KWD – i sehingga bila menggunakan rumus yang (b) atau (c) perlu diingat bahwa (h) = -10 sama dengan tinggi matahari awal waktu maghrib.

7. Untuk menentukan awal waktu dhuha, rumus (a) dapat digunakan sepenuhnya dengan catatan bahwa tanda (t) harus di ubah menjadi (-) sehingga rumus berubah menjadi : 12 – e – t – KWD + i Sehingga bil;a menggunakan rumus (b) atau (c) perlu diingat bahwa (h) = 4030’


III. Prosedur Perhitungan
Dalam rangka melakukan penghitungan awal waktu shalat, hal-hal yang berhubungan dengan geneometris, dapat di pecahkan dengan menggunakan :
a) Daftar logaritma, hanya saja karena daftar logaritma yang banyak di terbitkan hanya memutar antara empat sampai lima decimal, maka hasilnya kurang akurat dan ketelitiannya pun kurang dapat dipelihara.
b) Scientific Calculator, misalnya calculator FX 85, 110, 120, 140, 350, 3200, 4100, 4200, 4500 PA.


Beberapa Istilah Pada Bola Langit

1. Equator : lingkaran yang membagi dua sama besar bola langit menjadi bagian utara dan bagian selatan.
2. Lintang Tempat : jarak suatu tempat ke equator. Bagi tempat-tempat disebelah utara equaotor, lintang tempanya di hitung positif (+), sedangkan di sebelah selatan equator hitung negative (-). Tempat-tempa yang di lalui equator, lintang tempatnya berkisar/benilai nol derajat (00).
3. Lingkran Lintang/Garis Lintang : lingkaran-lingkaran yang sejajar dengan equator.
4. bujur tempat : jarak suatu tempat ke garis bujur yang melalui kota Green Wich (London). Bagi tempat-tempat yang berada di sebelah barat Green Wich, bujur tempatnya disebut bujur barat (BB) dan sebaliknya bujur timur (BT).
Bujur barat 1800 berimpit dengan bujur timur 1800 di Lautan pasifik, dan di jadikan pedoman untuk menentukan Garis Batas Tanggal ( International Date Line ).
5. Lingkaran Bujur/Garis Bujur : Lingkaran-lingkaran besar melalui titik-titik kutub dan memotong equator tegak lurus.
6. Ketinggian jarak suatu benda langit dengan lingkaran ufuk, dihitung sepanjang lingkaran vertical.
7. Deklinasi Matahari : Jarak suatu benda langit dengan equator langit. Jika benda langit itu berada disebelah utara equator, maka deklinasinya dihitung positif (+), dan jika di sebelah selatan equator dihitung negative (-). Deklinasi matahari berkisar antara + 230 30’ sampai -230 30’. Deklinasi bulan dapat mencapai maksimum 50 9’ lebih besar dari deklinasi matahari.
8. Sudut Waktu : Jarak antara suatu benda langit dengan titik kulminasinya. Jika benda langit tersebut belum berkulminasi, sudut waktunya dihitung negative (-) dan setelah berkulminasi dihitung positif (+).
9. Perata waktu (equation of time) : selisih waktu matahari hakiki dengan waktu matahari pertenghan (rata-rata).

Menenetukan awal waktu dzuhur

• Pelabuhan ratu 23/12 2009

Data P : -701044,60
 : 1060 330 27.80
d : -230 160 3000
e : -01m 37dt
R.12-e-(tp-dh)+i
= 12j – (-01m 37dt)
= 12j + 01m 37dt
= 12j 01m 37dt
- = 0j 06m 13.85dt _
(KWD) = 11dt 55m 23.15dt (WIB)
i = 02m _
= 11j 57m 23.15dt WIB
= 11j 57m